Bulan April, Awal Debut Karyawan Baru di Jepang

17622050_10206992839018452_7755202266522727862_o
Tempat tunggu pasien poliklinik di RS tempat saya bekerja

#Yuki 19

Bulan maret sudah hampir usai. Bulan maret, yang identik dengan suasana hangat di negeri yang memiliki 4 musim, sudah mulai terhiasi oleh semerbak bunga sakura.

Ya, Sakura yang mampu menarik perhatian banyak orang.

Lantas, apa kabar Sapporo? Hmpt, saya sepertinya harus bersabar sedikit lagi. Mungkin di akhir april baru mekar.

Cuaca sekarang? Sudah mulai menghangat, hanya saja kadang-kadang masih ada bonus turun salju seperti sore hingga malam Ini, hehe.

Bulan april di Jepang juga dikenal dengan sebutan “nendo” (年度), atau tahun paskal Jepang.

Di bulan ini, mulai dari TK hingga perkuliahan disini, memasuki tahun ajaran barunya. Serempak!

Berbeda dengan di kampung saya, yang ketika bulan juni-juli, dari TK hingga SMA mulai memasuki tahun ajaran barunya. Kalau perkuliahan, antara bulan agustus-september.

Lalu, di bulan april juga, para karyawan baru di Jepang (khususnya yang baru lulus dari kuliah), memulai debutnya untuk mulai bekerja di berbagai perusahaan dan kantoran.

Jadi, jarak antara prosesi wisuda dan mulai bekerja, dekat sekali. Tidak lebih dari satu bulan.

Ini dikarenakan rata-rata perusahaan di Jepang, termasuk rumah sakit juga, sudah merekrut para calon karyawannya jauh-jauh hari sebelum mereka lulus ujian akhir.

Awalnya saya juga belum paham. Tapi setelah ngobrol dengan teman kerja saya, akhirnya saya mengerti.

Disini, ada istilah “Shuushoku katsudou”, (就職活動) atau kegiatan yang bertujuan mencari tempat kerja setelah lulus nanti.

Biasanya, kegiatan ini dilakukan setahun atau bisa dua tahun sebelum kelulusan.

Misalnya, sekolah keperawatan yang berdurasi 3 tahun. Maka, di awal semester kelima atau awal tahun ketiga, mereka memiliki program untuk mengunjungi berbagai rumah sakit yang diminati.

Ah, saya pengen kerja di daerah sini. Atau, bisa pergi ke luar daerahnya dan melihat-lihat calon tempat kerjanya.

Seperti rumah sakit tempat saya bekerja sekarang, beberapa waktu yang lalu kedatangan berbagai mahasiswa keperawatan dari berbagai daerah untuk melihat-lihat suasana rumah sakit dan pekerjaannya.

Beberapa dari mereka ada yang dari luar Hokkaido. misalnya, dari Iwate, Aomori, bahkan Tokyo.

Nah, setelah mereka melihat-lihat dan mantap dengan pilihannya. Barulah mereka mengikuti seleksi di tempat tersebut.

Seleksinya sendiri dilakukan ketika mereka masih duduk di bangku kuliah, kira-kira setahun sebelum kelulusan itu tadi.

Bisa juga ada semacam “Job fair” atau ajang pencarian kerja.

Jadi, ketika seleksi sudah selesai, lolos, dan kepastian tempat kerja sudah ditetapkan, mereka tinggal fokus ke tahap ujian akhir saja.

Yang jadi pertanyaan saya adalah, ketika mereka sudah dapat tempat kerja tapi ujian akhir gagal?

Ya….., mereka harus dengan berat hati merelakan kesempatan memulai bekerja di tahun itu.

Karena syarat bekerja adalah kelulusan di ujian akhir tersebut.

Tapi, prosentasenya kecil, karena sebagian besar memang bisa melewati ujian tersebut dengan gemilang.

Kalau seperti saya, yang mulai kerja di bulan desember kemarin, adalah pengecualian. Karena saya mengikuti program yang berbeda.

Dan saya pun belum bekerja sebagai perawat, masih asisten, karena memang belum lulus ujian keperawatan disini.

Hanya saja, tiba-tiba menjadi teringat dengan sistem penerimaan karyawan baru di kampung saya.

Syarat untuk “mendaftar” bekerja harus lulus dulu. Harus punya ijazah dulu. Harus punya surat keterangan ini dulu. Dan surat-surat yang lain.

Boleh jadi, saya terkesan “tidak adil” ketika membandingkan dua keadaan yang berbeda ini.

Yang satu kekurangan calon karyawan sekaligus generasi mudanya. Yang satu lagi, kelebihan jumlah lulusan dan semakin berkurangnya lahan pekerjaan di kampung halaman.

Sebagai kata penutup, mungkin saya agak terkesan “ngompor-ngomporin” (apa ya bahasa indonesianya?) teman-teman di kampung.

Mumpung disini sedang kekurangan tenaga kerja (karena pada jarang yang punya anak, dan lansianya awet betul umurnya), Hayuk mulai mempelajari bahasa selain bahasa ibu kita.

Karena menguasai berbagai bahasa itu akan menjadi pintu masuk ke berbagai negara yang akan membuka luas wawasan kita (serta menambah isi dompet tentunya).

Sapporo, 30 Maret 2017. 21.00 Waktu setempat. Malam jumat, yang sering dihiasi salju hingga esok sorenya.

*Uki

Festival Salju di Taman Odori, Sapporo.. 大通公園での雪祭り。。

#Yuki 12

Kalau berbicara tentang Jepang, tidak akan lepas dari kesungguhan masyarakatnya dalam menjaga adat dan budaya setempat.

Salah satunya adalah dalam bentuk “matsuri”, atau dalam bahasa indonesianya, perayaan atau festival.

Festival di Jepang sangat beraneka ragam. Tanyakan saja sama “google sensei”, sekali klik, maka banyak sekali tulisan mengenai hal itu.

Contohnya, ada Gion Matsuri di Kyoto. Tahun kemarin saya ingin menontonnya, tapi gak jadi karena bukan pas hari minggu. Secara, senin sampai sabtu harus masuk kelas buat belajar.

Lalu ada Tenjin Matsuri di Osaka. Kalau ini saya bisa lihat tahun kemarin. Kemudian ada Awa Odori di Tokushima, Kanda Matsuri di Tokyo, dan masih banyak lagi.

Begitupun dengan Sapporo, tempat tinggal saya sekarang.

Ada sebuah festival yang begitu terkenal sampai mancanegara. Namanya “Yuki Matsuri”, atau festival salju.

Tahun kemarin, sesuai dengan berita, mampu menarik wisawatan sebanyak 2,6 juta orang. Padahal hanya digelar dalam waktu 12 hari saja.

Oh ya, ternyata ada 3 tempat yang menjadi lokasi yuki matsuri di Sapporo. Minggu kemarin, saya pikir hanya 2 tempat saja.

Pertama, di tsudome kaijou, yang deket asrama saya. Kedua, Odori kouen (Taman Odori). Ketiga, di Taman Susukino.

Kalau ingin bermain perosotan raksasa, ke tsudome lah tempatnya. Tapi, kalau mau melihat patung-patung salju yang beraneka rupa dan berukuran raksasa, ke taman odori tempatnya.

Sebenarnya, hari ini boleh dibilang menyelam sambil minum es serut, eh, minum air.

Karena saya harus mengecek lokasi ujian buat minggu depan, yang jaraknya ternyata dekat saja dengan lokasi festival salju yang ada di taman odori.

Jadi ya sekalian jalan deh akhirnya..

Image may contain: one or more people, sky and outdoor

Lokasi festival di taman odori berjejer sepanjang 12 blok. Jarak totalnya kira-kira 2 km. Kalau ingin lihat bolak-balik kayak saya tadi ya berarti udah jalan minimal kira-kira 4 km..

Kalau dalam bahasa jepangnya, icchome (1丁目) sampai junichome (12丁目). Atau, dari blok 1 sampai blok ke 12.

Image may contain: sky, tree and outdoorDi setiap blok menyuguhkan hal yang berbeda. Misal, di blok pertama yang persis di bawah “Sapporo Tower”, ada lokasi yang diubah menjadi arena ice skating.

Lantas, kalau mau naik ke Sapporo tower juga bisa. Sampai lantai 3 gratis, kalau sampai puncak harus bayar. Saya? tidak melakukan dua-duanya, haha.Image may contain: tree and outdoor

Lalu di blok kedua, ada arena ski sama ice skateboard! Ada 3 sampai 4 pertunjukan setiap harinya. Tadi siang saya bisa lihat pertunjukan yang mulai jam 2 selama 30 menit.

Lalu di blok selanjutnya, ada patung Final fantasy gede banget. Kalau malam ada efek cahayanya yang sayang buat dilewatkan.

Ada juga patung “Star Wars” menakjubkan. Saya penasaran gimana cara mahatnya. detail banget.

Image may contain: 2 people, people standing, sky and outdoor

Serta masih banyak lagi.

Image may contain: tree, sky and outdoorImage may contain: outdoor

Festival seperti ini memang luar biasa. Tapi ada yang lebih membuat saya takjub adalah, kesungguhan penduduk lokal yang terus melestarikan kearifan budaya lokal mereka.

Sapporo menjadi tuan rumah yang menerima tamu dari berbagai negara.

Di sepanjang jalan di arena festival, begitu riuh canda tawa orang-orang dengan berbagai bahasa. Dan entah mengapa, saya menyukai keadaan itu.

Seperti berada di pusaran penduduk dunia dalam satu tempat.

Orang-orang Sapporo begitu ramah dan hangat walaupun selalu hidup dalam suhu rendah sepanjang tahun.

Berbeda bangsa, agama, suku, warna kulit, tinggi badan, dan segala macam perbedaan lainnya, bersatu padu dalam sebuah festival yang ada di titik beku.

Semua tersenyum, bergembira bersama, ahhhh, ternyata kerukunan itu memang menyatukan segala perbedaan..

Festival masih ada hingga akhir Image may contain: one or more people, crowd, table and outdoorpekan ini? Kalau ada kesempatan, silahkan datang..

Datang dan rasakan kehangatan penduduk lokal dalam balutan suhu minus di musim dingin ini..

Sapporo e youkoso!
Selamat datang di Sapporo…

 

Sapporo, 9 Febuari 2017. 20.10 waktu setempat. Hari ini agak hangat, matahari bersinar sepanjang hari..

Uki

Tokyo dan Secarik Cerita

#Yuki 10

Image may contain: sky and outdoor
Bandara Chitose Hokkaido yang bersalju

Bandara dan udara. Sampai lulus kuliah, saya begitu asing dengan kata-kata itu.

 

Perjalanan ke Batam beberapa tahun lalu, sekaligus pertama kali memasuki dunia kerja juga, adalah kali pertama saya merasakan perjalanan udara.

Boleh dikata, sekarang saya mulai menapaki pengalaman baru. Pergi dengan pesawat domestik tapi di dalam negeri orang lain.

Hal ini juga baru saya ketahui bulan lalu.

Peserta program perawat ke jepang yang melalui program EPA, mendapatkan kesempatan untuk mengikuti belajar bersama (benkyoukai, bahasa jepangnya) yang diadakan di dua tempat. Osaka dan Tokyo.

Satu catatan penting, seluruh biaya pelatihan dan perjalanan ditanggung..

Nah, untuk daerah Kansai dan sekitarnya, pelatihan bertempat di Osaka. Lalu, peserta yang mendapatkan tempat kerja di daerah Kanto serta Tohoku, mendapatkan kesempatan belajar di Tokyo.

Karena Sapporo masuk wilayah Tohoku, jadi saya harus ke Tokyo untuk mengikuti pelatihan, atau belajar bersama guna persiapan ujian nasional keperawatan di Jepang (kango kokkashiken).Image may contain: 2 people, crowd and outdoor

Jarak Sapporo dengan Tokyo adalah 1,5 jam dengan pesawat. Kalau naik shinkansen sekitar 4 jam, itupun baru sampe kota Hakodate. Masih harus dilanjut dengan kereta cepat dengan waktu tempuh 3,5 jam. Hampir delapan jam…

Jarak 1,5 dengan pesawat itu mirip Batam ke Jakarta, namun untuk keadaan Sapporo dan Tokyo, benar-benar berbeda.

Yang satu masih beku dan akan semakin beku menjelang bulan febuari. Yang satunya, benar-benar cerah dengan sinar matahari yang menghangatkan, walaupu
n suhunya juga drop saat malam juga sih…

Tapi, pertama kali mendarat di bandara Haneda hari minggu yang lalu, saya langsung berkeringat. Ya, secara, pakaian yang saya pakai berlapis-lapis.

Sudah hampir sebulan lebih saya di Sapporo belum pernah keringetan, karena suhunya yang stabil di bawah nol derajat.

Dengan suhu Tokyo yang 11 derajat saja, sudah beda yang saya rasakan, apalagi kalau pas pulang ke Indonesia saat cuti nanti. Mungkin langsung “gobyos” sama keringat badan saya, hehe…

Sekarang cerita soal pelatihan.

Tempat pelatihan bertempat di hotel Dai Ichi Ryougoku, Tokyo. Ruang kelas terpisah dengan ruangan menginap. kemarin saya mendapatkan tempat menginap di lantai 17, bersama teman saya yang sekarang bekerja di Nagano.

Skytree yang terkenal itu terasa begitu dekat dari ketinggian segitu.

Isi dalam ujian nasional keperawatan itu terbagi menjadi 12 tipe. Ada soal wajib, keperawatan dewasa, keperawatan anak, soal undang-undang jepang, dan lain-lain.

Pertemuan 2 hari kemarin itu baru membahas soal wajib atau hisshu mondai saja. Itu pun sudah bikin geleng-geleng. Ternyata, banyaaaak yang belum saya tahu, beneran deh.

Nah, dalam setahun, kesempatan belajar di Tokyo ada 5 kali. Dengan catatan, selama belum lulus ujian nasional masih boleh ikut belajar bareng.

Semisal, bulan depan tanggal 19 di ujian nasional keperawatan jepang yang ke 106 itu lulus, maka sudah tidak perlu belajar lagi ke Tokyo. Lah, kan sudah lulus, iya kan?

Kalau sudah lulus, maka level tantangannya akan naik, harus mulai belajar dengan preseptor yang ada di ruangan. Namun juga, gaji juga bisa naik rata-rata 50-100 persen..

Pelatihan dua hari yang full bahasa jepang itu juga hal baru bagi saya. Awalnya, senseinya masih nyaman didengarkan dan masih bisa diajak diskusi.

Nah, di hari kedua, karena tenggat waktu sampe jam 4 sore, dan soal yang dibahas masih banyak, akhirnya di beberapa bagian dikebut..

Sebagian besar rata-rata bisa dipahami oleh para peserta. Namun, tentu saja ada hal yang belum dimengerti. Oleh sebab itu, pelajaran bisa dilanjutkan secara online le

Image may contain: 1 person, smiling, standing, tree and outdoor
Patung hachiko

wat e-learning.

 

Jadi, kalau mau bertanya, diskusi dengan sensei yang terkait pun bisa.

Pelatihan selesai, kami dapat oleh-oleh sebendel makalah dan buku untuk persiapan ujian bulan depan.

Karena pesawat saya berangkat di hari berikutnya alias hari ini, tadi malam saya berkesempatan untuk silaturahim sekaligus menginap di rumah mas yusup yang sudah menjadi perawat di jepang sejak lulus ujian keperawatan 5 tahun lalu.

Jadi beliau sudah di jepang selama 9 tahun. Cerita demi cerita saya dengarkan dengan seksama.

Banyak hal dari pengalaman beliau yang menjadi masukan buat saya. Insyaallah cerita dengan beliau akan saya tulis di cerita berikutnya..

Image may contain: 2 people, people smiling, sky and outdoor
Di depan Toyo Dome dengan Mas Yusup

Dan tadi pagi, ditemani oleh beliau, saya berkesempatan mengunjungi beberapa tempat wisata “gratisan” di Tokyo.

Baiklah, sebentar lagi pesawat saya berangkat ke Sapporo. Pesawat “Air Do” yang akan membawa saja kembali ke kota es lagi.

Oh ya, bulan depan tanggal 6 sampai 12 febuari akan ada yuki matsuri, atau snow festival, atau festival salju di Sapporo?

Ada yang mau datang? Ntar saya jadi guide nya deh, hehe.

 

Tokyo, 25 Januari 2017. 17.55 waktu setempat. Ruang tunggu Bandara Haneda.

Uki

Hangatnya Keluarga Indonesia di Sapporo

“Foto masjid kok hanya luarnya saja. ‘mbok’ ya dalamnya juga…” Komplain ibu saya saat video call beberapa waktu yang lalu.

Itulah salah satu hal “wajib” yang dilakukan ibu saya setelah saya posting tulisan di facebook.

#Yuki 6

“Foto masjid kok hanya luarnya saja. ‘mbok’ ya dalamnya juga…” Komplain ibu saya saat video call beberapa waktu yang lalu.

Itulah salah satu hal “wajib” yang dilakukan ibu saya setelah saya posting tulisan di facebook.

Jadi cerita yang saya tulis itu akan “dibahas” dalam obrolan yang biasanya minimal 1 jam ketika video call. Kalau ada informasi di kampung, telponnya bisa tambah lama.

Bahkan, ketika ada info ayam peliharaan nenek saya yang bertelur banyak pun saya bisa tahu. Saking detailnya cerita yang ibu saya sampaikan.

Kembali ke topik kali ini, jadi ceritanya saya “hutang” cerita pada ibu saya tentang orang indonesia yang mukim di Sapporo.

Yang pertama, alhamdulillah saya hari ini tidak tersesat saat ke masjid, hehe. Jadi saya keluar dari pintu keluar nomor 1 dan alhamdulillah lancar…

Foto Arsyad Syauqi.

Yang kedua, di jumat ketiga saya di Sapporo ini, alhamdulillah bisa bertambah akrab dengan para orang indonesia yang saya temui di masjid Sapporo.

Kebanyakan oleh mereka adalah para pelajar di Hokudai, singkatan dari Hokkaido Daigaku atau Universitas Hokkaido. Ada yang sedang mengambil program master atau S2 serta ada juga yang mengambil program doktoral atau S3.

Beberapa lainnya ada juga yang tinggal serta berbisnis disini. Contohnya adalah mbak widya, owner Halal Food Warung Jawa yang terkenal di seantero Hokkaido.

Yang ketiga, setelah 2 kali belum bisa datang di pertemuan mingguan PPI atau Persatuan Pelajar Islam Hokkaido yang rutin dilaksanakan setiap jumat malam, alhamdulillah malam ini saya bisa datang.

Setelah beberapa hari sebelumnya saya dimasukkan ke dalam grup facebook “perkumpulan orang Indonesia” di Sapporo, beberapa orang langsung menyapa nama saya saat acara baru dimulai.

Saya pun membalas dengan menyalami satu-satu dengan mencoba menghafal nama mereka masing-masing.

Beberapa diantaranya adalah Mas Yadi dari Jogja, Pak Hari dan Pak Heri dari Madiun, Mas Yuza dari Lampung, dan beberapa orang lain yang saya belum hafal.

Yang jelas, saya dan keluarga baru ini bisa segera menjadi akrab.

Acara dimulai pukul 9 malam setelah sebelumnya dilakukan shalat isya berjamaah. Acara pembukaan adalah makan malam dengan masakan khas Indonesia.

Foto Arsyad Syauqi.

Serta cara makannya, “muluk” atau makan langsung dengan tangan. Duhhh, terasa Indonesianya banget euy..

Dan yang menjadi penyemangat tambahannnya adalah dengan adanya sambel!

Makan “ndeprok” atau lesehan, nasi anget, sambal dan makan langsung pakai tangan. Hati jadi ayem dan mata “mbrebes mili” jadinya.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an serta hadist, disambung dengan diskusi hangat dengan berbagai tema.

Intinya adalah satu, bagaimana keluarga indonesia yang ada di Sapporo ini tetap solid dan tetap hangat.

Bagaimanapun, kalau di perantauan, di negeri manapun itu, sekali tahu kalau sama dari Indonesia, ikatan persaudaraan itu langsung terbentuk.

Perbincangan malam ini hangat, sehangat nasi liwet bertabur sambel yang dimakan dengan “muluk”.

Terima kasih untuk segenap keluarga baru di Sapporo.

Matur nuwun sanget…

Sapporo, 30 Desember 2016. 22.50 waktu setempat, di luar turun salju, suhu minus 1 derajat.

Uki

 

Foto Arsyad Syauqi.Foto Arsyad Syauqi.

Lanjutkan membaca “Hangatnya Keluarga Indonesia di Sapporo”