Hangatnya Keluarga Indonesia di Sapporo

“Foto masjid kok hanya luarnya saja. ‘mbok’ ya dalamnya juga…” Komplain ibu saya saat video call beberapa waktu yang lalu.

Itulah salah satu hal “wajib” yang dilakukan ibu saya setelah saya posting tulisan di facebook.

#Yuki 6

“Foto masjid kok hanya luarnya saja. ‘mbok’ ya dalamnya juga…” Komplain ibu saya saat video call beberapa waktu yang lalu.

Itulah salah satu hal “wajib” yang dilakukan ibu saya setelah saya posting tulisan di facebook.

Jadi cerita yang saya tulis itu akan “dibahas” dalam obrolan yang biasanya minimal 1 jam ketika video call. Kalau ada informasi di kampung, telponnya bisa tambah lama.

Bahkan, ketika ada info ayam peliharaan nenek saya yang bertelur banyak pun saya bisa tahu. Saking detailnya cerita yang ibu saya sampaikan.

Kembali ke topik kali ini, jadi ceritanya saya “hutang” cerita pada ibu saya tentang orang indonesia yang mukim di Sapporo.

Yang pertama, alhamdulillah saya hari ini tidak tersesat saat ke masjid, hehe. Jadi saya keluar dari pintu keluar nomor 1 dan alhamdulillah lancar…

Foto Arsyad Syauqi.

Yang kedua, di jumat ketiga saya di Sapporo ini, alhamdulillah bisa bertambah akrab dengan para orang indonesia yang saya temui di masjid Sapporo.

Kebanyakan oleh mereka adalah para pelajar di Hokudai, singkatan dari Hokkaido Daigaku atau Universitas Hokkaido. Ada yang sedang mengambil program master atau S2 serta ada juga yang mengambil program doktoral atau S3.

Beberapa lainnya ada juga yang tinggal serta berbisnis disini. Contohnya adalah mbak widya, owner Halal Food Warung Jawa yang terkenal di seantero Hokkaido.

Yang ketiga, setelah 2 kali belum bisa datang di pertemuan mingguan PPI atau Persatuan Pelajar Islam Hokkaido yang rutin dilaksanakan setiap jumat malam, alhamdulillah malam ini saya bisa datang.

Setelah beberapa hari sebelumnya saya dimasukkan ke dalam grup facebook “perkumpulan orang Indonesia” di Sapporo, beberapa orang langsung menyapa nama saya saat acara baru dimulai.

Saya pun membalas dengan menyalami satu-satu dengan mencoba menghafal nama mereka masing-masing.

Beberapa diantaranya adalah Mas Yadi dari Jogja, Pak Hari dan Pak Heri dari Madiun, Mas Yuza dari Lampung, dan beberapa orang lain yang saya belum hafal.

Yang jelas, saya dan keluarga baru ini bisa segera menjadi akrab.

Acara dimulai pukul 9 malam setelah sebelumnya dilakukan shalat isya berjamaah. Acara pembukaan adalah makan malam dengan masakan khas Indonesia.

Foto Arsyad Syauqi.

Serta cara makannya, “muluk” atau makan langsung dengan tangan. Duhhh, terasa Indonesianya banget euy..

Dan yang menjadi penyemangat tambahannnya adalah dengan adanya sambel!

Makan “ndeprok” atau lesehan, nasi anget, sambal dan makan langsung pakai tangan. Hati jadi ayem dan mata “mbrebes mili” jadinya.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an serta hadist, disambung dengan diskusi hangat dengan berbagai tema.

Intinya adalah satu, bagaimana keluarga indonesia yang ada di Sapporo ini tetap solid dan tetap hangat.

Bagaimanapun, kalau di perantauan, di negeri manapun itu, sekali tahu kalau sama dari Indonesia, ikatan persaudaraan itu langsung terbentuk.

Perbincangan malam ini hangat, sehangat nasi liwet bertabur sambel yang dimakan dengan “muluk”.

Terima kasih untuk segenap keluarga baru di Sapporo.

Matur nuwun sanget…

Sapporo, 30 Desember 2016. 22.50 waktu setempat, di luar turun salju, suhu minus 1 derajat.

Uki

 

Foto Arsyad Syauqi.Foto Arsyad Syauqi.

Lanjutkan membaca “Hangatnya Keluarga Indonesia di Sapporo”