Hari Jumat di Sapporo

#Yuki 3

“Uki kun, ashita yasumi dane. Mosuku e ikuno? (Uki, besok libur ya. Pergi ke masjid ya?)” Tanya Katagiri san, teman saya ketika istirahat makan siang tadi.

“Hai, ashita Sapporo mosuku e kinyoubi no reihai ni ikimasu (Ya, besok saya mau pergi shalat jumat ke masjid Sapporo)” Jawab saya.

Hari-hari berjalan dengan bekerja sekaligus belajar di tanah yang penuh dengan salju ini.

Belum pernah saya membayangkan, berangkat dan pulang kerja ditemani hamparan salju dimana-mana.

Atap rumah, jalan, parkiran sepeda, semua penuh dengan salju. Di beberapa tempat parkiran sepeda, bahkan ada sepeda yang terjebak salju yang telah membeku.

Entah, kapan sepeda itu bisa diambil. Apalagi seperti hari ini, salju turun dari pagi sampai malam. Saat saya pulang kerja pun, hujan salju masih sedemikian lebatnya.

Inilah babak baru dalam kehidupan saya selanjutnya. Boleh jadi, cerita demi cerita akan tergurat di atas tanah yang masa bersaljunya cukup lama dibanding dengan daerah lain di negeri matahari terbit ini.

Salah satunya adalah tentang shalat jumat.

Kalau selama pelatihan di Osaka kemarin, kami hanya bisa melakukan jamaah di tempat pelatihan saja. Karena jarak masjid Osaka cukup jauh. Hampir satu setengah jam perjalanan.

Disini, alhamdulillah, jarak masjid dari asrama rumah sakit cukup dekat. Berjarak 4 stasiun chikatetsu (kereta bawah tanah) atau sekitar 4 km aja.

Total perjalanan kira-kira 30 menit. Dimulai dari asrama, jalan kaki kira-kira 3 menit, lalu masuk ke stasiun chikatetsu Shindo higashi. Beli tiket seharga 250 yen (sekitar 30 ribu), lalu masuk ke chikatetsu.

Tak berselang lama, akhirnya sampai di stasiun “Kita jusan jou higashi”. Turun, lalu jalan kaki kira-kira 10 menit. Dan sampailah di masjid Sapporo.

Berbeda dengan masjid di Kobe yang sejak hampir 100 tahun yang lalu sudah ada kubahnya.

Masjid sapporo tidak tampak seperti masjid kebanyakan yang ada di Indonesia, yang umumnya mempunyai kubah. Masjid ini lebih seperti bangunan berlantai 3 yang dibuat menjadi tempat shalat.

Perbedaan yang lain, tentu saja ketika musim dingin seperti ini, jalan menuju masjid penuh dengan salju dimana-mana. Hal ini membuat saya merasakan pengalaman yang berbeda dengan ketika masih ada di Indonesia.

Jamaahnya pun beragam. Dua orang pertama yang saya temui minggu lalu adalah dari Malaysia.

“Kami kru Malaysia Airline,” Mas idzam menjawab pertanyaan saya.

“Jadi ini tahun kedua kami bisa liburan di Hokkaido. Pesawat kami di carter rombongan pelancong yang berlibur disini. Sambil nunggu mereka balik, kami juga bisa sekalian liburan,” Lanjutnya.

“Berapa lama mas disini?” Tanya saya selanjutnya.

“Kami 4 hari saja. Insyaallah sabtu langsung balik. Mas Uki berapa lama liburan disini?” Gantian mas idzam yang bertanya.

“Sekitar 3 tahun mas,” Jawab saya.

“Wiiihh, Lama betul mas?!” Tanyanya agak sedikit heran.

“Saya bukan liburan mas. Saya tinggal dan bekerja disini,” Jawab saya yang sekaligus membuat kami bertiga tertawa ringan.

Kemudian kami segera ke dalam masjid karena walaupun siang hari, suhu masih minus 3 derajat.

Waktu dhuhur di Sapporo sekitar 11.30. Namun, prosesi shalat jumat dimulai pukul 12.15, sesuai informasi di website masjid sapporo.

Ketua Masjidnya saya belum tahu pasti orang mana, sepertinya orang timur tengah. Entah Nepal, entah Pakistan. Karena baru sepintas saja saya melihatnya memberikan sambutan sebelum shalat dimulai.

Khotbah dibawakan menggunakan bahasa inggris. Saya mengangguk-ngangguk ketika ada hal yang dimengerti, walaupun sebagian besar tidak paham kosakata yang disampaikan.

Yang jelas, khotbah jumat kemarin menjelaskan tentang makna ikhlas, karena kata itu sangat banyak disebutkan.

Setelah shalat jumat, saya baru “ngeh” kalau di depan saya, sebelah kanan dan kiri, ada cukup banyak pelajar dari Indonesia yang juga ikut shalat jumat.

Salah satunya adalah mas vecky yang berasal dari Sumatra.

“Pelajar Indonesia disini ada sekitar 50 orang,” Ucapnya.

“Wah, cukup banyak ya mas,” sahut saya.

“Itu belum termasuk anak serta istrinya. Orang Indonesia di Sapporo ini mungkin ada sekitar 100 orang lebih. Kalau mas uki sempat, kalau ada acara nanti ikut ya, insyaallah saya kabarin,” Lanjut mas vecky.

“Insyaallah siap mas. Matur suwun banget ajakannya,” Lanjut saya.

Begitulah. Masjid memang selalu menjadi tempat yang penuh berkah.

Dengan jalinan silaturahim ini, insyaallah keluarga baru di perantauan telah terbentuk.

Setelah ngobrol dan diperkenalkan ke beberapa orang Indonesia yang lain, saya diberitahu bahwa di sebelah masjid ada “Warung Jawa” yang dikelola oleh mbak Widya, asli Malang.

“Mbak widya ini sudah 15 tahun di Hokkaido loh mas. Sudah kayak mbak kami sendiri. Oh ya, masakannya juga enak loh,” Kata mas vecky sebelum kami berpisah di perempatan dekat masjid.

Yap, jumat kemarin alhamdulillah saya berkesempatan bertemu dengan banyak orang. Dan juga berkesempatan mencicipi oseng tempe khas “Warung Jawa” yang ada di Sapporo ini.

Insyaallah, besok ada kesempatan bertemu dengan mereka lagi.

Sapporo, 22 Desember 2016. 21.30 Waktu setempat. Di luar masih hujan salju lebat, suhu 0 derajat.

Uki

Foto Arsyad Syauqi.
Foto Arsyad Syauqi.
Foto Arsyad Syauqi.
Foto Arsyad Syauqi.
Foto Arsyad Syauqi.

Tinggalkan komentar